Kehidupan Banjar ( Abad 11 M )
Lokasi:
Suatu banjar
(tempat pertemuan) di Bali
Kronologi:
Abad ke 11 Masehi
Deskripsi Diorama :
Pertemuan
banjar atau sangkep banjar sebagai media untuk mengakomodasikan pendapat
masyarakat dalam rangka mengambil keputusan terkait pengaturan, pengembangan
dan peraturan bagi anggotanya. Suatu sangkepan
dipimpin oleh seorang kelihan banjar (pimpinan
komunitas) dan dihadiri oleh prajuru (orang
yang terkemuka di desa) dan krama (anggota
banjar).
Di
Bali, pengaturan kehidupan sosial dengan sistem banjar telah diterapkan sejak zaman pemerintahan Raja Ugrasena dari
dinasti Warmadewa. Masyarakat didorong untuk mengembangkan potensi mereka
melalui mekanisme hubungan sosial yang dibina oleh banjarnya sendiri. Mereka telah menggunakan sistem manajemen dengan
memilih pegawai yang disebut prajuru.
Setiap banjar memiliki prajuru yang
membimbing dan mengatur anggota banjar dalam
kehidupan sosial mereka.
Lebih
lanjut, setiap anggota memiliki fungsi dan kewajiban yang menjadi tanggung
jawab mereka terhadap banjar dan
kerajaan. Setelah menjadi anggota, mereka harus menjalankan tugas sesuai dengan
perintah raja.
Pada masa
pemerintahan Dalem Ketut Ngulesir dari Puri Swecapura di Gelgel, penataan
kehidupan banjar ini semakin ditingkatkan. Agar rasa kesatuan dan persatuan
warga masyarakat terbina,setiap bulan diselenggarakan Paruman Agung(pertemuan masyarakat)diselenggarakan oleh Prajuru
Banjar dengan memperbincangkan masalah adat dan tradisi serta kesejahteraan
anggotanya. Paruman Agung ini mula-mula diselenggarakan di Pura Besakih.
Setelah Pura Dasar Buana dibangun di Gelgel, kegiatan paruman dilangsungkan di
Pura ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar