Selasa, 19 Oktober 2021

DIORAMA 6

GUNAPRIYA DHARMAPATNI DAN SUAMINYA DHARMODAYANA WARMADEWA


Lokasi:

Balairung istana Kerajaan Bali kuno

Kronologi: 

989-1001 M

(video diorama 6)


Deskripsi Diorama:

Gunapriya Dharmapatni bersama suaminya Dharmodayana Warmadewa sedang di  menemui para pembesar kerajaan di Balairung.


Mahendradatta adalah putri Raja Makutawangsawardana dari kerajaan Galuh Jawa Timur. Perkawinannya dengan Raja Udayana dari Wangsa Warmadewa di Bali melahirkan Airlangga, Marakata Pangkaja, dan Anak Wungsu. Setelah dinobatkan menjadi Ratu dari kerajaan Bali, Mahendradatta bergelar Gunapriya Dharmapatni, sedangkan suaminya dikenal dengan Dharmodayana Warmadewa.

Pada masa pemerintahan Ratu Gunapriya Dharmapatni, terdapat banyak kemajuan di bidang arsitektur dan kesusastraan. Kebudayaan Jawa sangat berkembang pada periode ini, yang mana kemudian memasyarakatkan bahasa Kawi pada rakyat Bali. Demi tujuan ini banyak karya sastra dibawa ke Bali untuk meningkatkan pengetahuan tentang masyarakat lokal tentang administrasi, literatur dan hukum.

 Sejumlah naskah yang menggunakan bahasa Bali kuno mengenai hukum ketatanegaraan, perpajakan, perkembangbiakan ternak (khususnya kuda) diterjemahkan menjadi bahasa Jawa kuno (bahasa Kawi) yang mana telah disesuaikan dengan aturan yang berlaku di Jawa Timur. Pemasyarakatan peraturan baru tersebut dilakukan dengan perantara pertunjukan wayang. Kemajuan yang lain adalah pengaturan kegiatan keagamaan dengan melantik penasehat kerajaan yang berasal dari agama Siwa dan Buddha. Pada tahun 1007, setelah melahirkan anak bungsunya, Anak Wungsu, Gunapriya Dharmapatni meninggal dunia. Abunya disimpan di desa Buruan, kabupaten Gianyar. Kepemerintahannya dilanjutkan oleh suaminya, Udayana, hingga beliau wafat pada tahun 1011. Periode pemerintahan Udayana adalah masa keemasan dari dinasti Warmadewa di Bali

Peristiwa penting pada masa pemerintahan Sri Ratu Gunapriya Dharmapatni adalah kedatangan seorang pendeta dari Jawa Timur bernama Empu Kuturan yang ikut menyumbangkan gagasan beliau bagi kehidupan pemerintahan, agama, dan adat istiadat di Bali. Beliau memperkenalkan konsep Kahyangan Tiga, keberadaaan tiga pura utama di suatu desa yang ditujukan untuk memuja tiga Dewa, yaitu: Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa, dalam rangka menyatukan berbagai sekte pada waktu itu menjadi agama Siwa Sidanta, yang menempatkan Siwa sebagai Tuhan. Konsep ini juga menjadi kekuatan dasar yang menyatukan adat (tradisi) masyarakat di setiap desa di Bali.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIORAMA 33

BALI DALAM MENGISI KEMERDEKAAN Lokasi: Beberapa hasil pembangunan di Bali Kronologi:   Tahun 1950-1975' (video diorama 33) Deskripsi D...